Pada dasarnya, istilah “thibbun nabawi” tidak ada pada zaman
Rasulullah. Nabi sendiri tidak pernah membuat klasifikasi bahwa ini termasuk thibbun nabawi dan itu bukan.
Thibbun nabawi sendiri dimuncukan oleh para dokter muslim sekitar abad ke-13
Masehi untuk memudahkan klasifikasi kedokteran. Istilah Thibbun nabawi dipakai
untuk menunjukkan ilmu-ilmu kedokteran yang berada dalam bingkai keimanan
kepada Allah SWT, serta bimbingan AlQuran dan A-Sunnah, yang dibedakan dengan
ilmu-ilmu kedokteran yang tumbuh liar sehingga bertentangan dengan Al-Quran dan
As-Sunnah, seperti yang terjadi pada zaman sebelum datangnya Islam.
Thibbun nabawi sebenarnya merupakan perpaduan berbagai disiplin
ilmu keddokteran. Ilmu ini pula yang dikembangkan umat Islam keseluruh dunia,
dari Arab ke Eropa dan keseluruh negara-negara Barat hingga abad ke-17. Saat
itu tidak ada pemisahan antara ilmu kedokteran modern dan ilmu kedokteran
tradisional. Baru pada awal-awal abad ke-19, orang-orang Yahudi dan nasrani
menghapus ilmu kedokteran yang bernilaikan Islam dan dan berdasarkan wahyu ilahi dari
kurikulum-kurikulum sekolah mereka di negara-negara Eropa. Mereka kemudian
mengembangkan ilmu kedokteran yang sudah terpisahkan dari nilai-nilai islam
tadi sehingga maju seperti saat ini. Lalu mereka mengklaim bahwa ilmu
kedokteran Barat yang maju itu milik mereka, dan itulah yang mereka sebut ilmu
kedokteran modern.
Sedang yang lainnya yang menurut mereka ketinggalan zaman, yang
penuh dengan nilai-nilai Islam, mereka sebut dengan ilmu kedokteran tradisional,
sebagai milik orang islam. Jadi sebenarnya pembagian ilmu kedokteran antara
yang modern dan tradisional itu merupakan usaha orang-orang Yahudi dan Nasrani
untuk menjauhkan kaum muslimin dari ilmu kedokteran yang berumberkan Al-Quran
dan Al-Hadist.
Berikut bukti bahwa ilmu kedokteran modern –yang mereka anggap
berasal dari Eropa- sebenarnya sudah dikembangkan oleh para sahabat nabi,
tabi’in, tabi’ut tabi’in dan generasi berikutnya, antara lain:
- Dalam Al-Quran dan Al-hadist banyak disebutkan hal-hal yang
berkaitan dengan ilmu kedokteran, baik kedokteran tradisioanl maupun kedokteran
modern
- Sebelum abad ke-18, belum ada buku tentang obat-obatan mata yang
ditulis oleh orang-orang Eropa. Mereka mengambilnya dari buku-buku karangan
orang Islam seperti Kitabu l-Asyroh Maqolat fi ‘l “ain (Sepuluh Problema Mata),
Al Masa’il fi th’Thib (masalah-masalah tentang pengobtan), yang ditulis oleh
Hunain bin Ishaq Al-Ubbadi pada tahun 810-878 M
- Pada zaman perang salib, para pasien Kristen, lebih suka mengambil
dokter-dokter Muslim daripada dokter-dokter Kristen. Ini karena pada saat itu
orang islam lebih pintar dan lebih ahli dalam pengobatan.
- Istilah-istilah bahasa Arab telah menduduki bagian penting dalam
ilmu kedokteran. Sebagian dokter yang tinggal di Italia bagian utara telah
menulis buku-buku mereka dengan tetap menuliskan istilah-istilah arabnya. Hal
itu disebabkan mereka tertinggal dalam pengembangan ilmu kedokteran. Misalnya,
sirup dari syarab, tarter dari thorthir, alkohol dari alkuhul, alkali dari
al-qoli, borax dari buroq, dan lain-lainnya.
- Hingga tahun 1139 M, di Eropa masih banyak bentuk pengobatan yang dilakukan secara tahayul dan mengada-ada.
Demikianlah, para dokter muslim saat itu mengembangkan ilmu
kedokteran Nabi secara secara kaffah dan menyeluruh, tidak hanya yang
tradisional, namun juga kedokteran modern, serta tidak memisahkan antara
keduanya. Kaum muslimin jga melettakkan ilmu kedokteran dengan nilai-nilai
ilahiyah, dalam bingkai Al-Quran dan Al-hadist, sehingga berkembanglah ilmu
kedokteran dengan pesat hingga menembus belahan Eropa yang saat itu masih gelap
gulita jauh dari cahaya ilmu pengetahuan.
Taken from Asy-Syifa’ min Wahyi Khotami l-Anbiya’, author: Aiman
bin ‘Abdul Fattah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar